“Wake up in peace” mungkin itulah yang gue rasakan ketika tersadar
dari pengaruh obat bius. Perasaan damai, tenang dan nyaman, all i feel just like everything is fine, padahal
gue sadar waktu itu setengah badan gue mati rasa dan tidak bisa digerakan tapi
rasa cemas benar-benar terhapus dalam benak gue. Gue hanya bisa terbenam dalam
kenyamanan sambil melihat ke atas atap dengan pandangan yang kosong. Sebenarnya
lagi ngomongin apa sih? Sabar gan mendingan makan dulu sana ada mie sedap rasa
ayam bawang buahahaha. Jadi gini ceritanya semua berawal jleeeeb flash back (maklum
keseringan liat film ahahaha).
Cerita berawal 13 jam kebelakang, hari itu adalah hari
sabtu. Pasca ujian nasional dan pelulusan gue terlantar, tidak ada lagi kegitan
rutinitas belajar di sekolah membuat gue merasakan kejenuhan yang amat sangat
kronis. Lalu gue teringat ajakan temen gue, Agus untuk goes ke air terjun.
Tanpa pikir panjang gue ke rumah Abdul. “Dul, Agus ngajak gue ke air terjun
ngikut yu?” dengan sedikit memaksa akhirnya gue berhasil membujuk Abdul,
sayangnya Angen dan Robi tidak bisa ikut. Kami berlima memang sahabat akrab.
Persahabtan kami dimulai semenjak kelas 1 SMA.
Setelah berkumpul di rumah Agus, kami pun langsung
bergegas ke TKP. Sepanjang perjalanan riuh pikuk pepohonan dan segarnya udara
mengiringi perjalanan kami membuat pikiran
gue refresh dan terlupa akan segala
masalah yang gue hadapi, itulah yang membuat gue suka bersentuhan dengan alam
bebas. Medan yang kami lalui tidaklah semudah yang kami bayangkan. Banyaknya
batu kerikil yang tajam dan ranting pepohonan yang manghalangi jalan memaksa
kami harus berhati-hati but never mind semua itu akan terbayarkan
nanti. Hujan pasti deras semalaman, jalanan pun penuh digenangi air, tak ayal
gue terjatuh dan Abdul malah tertawa sambil meledek gue. “Huh dasar kucing
rumahan, segitu juga jatuhnya pake berdarah segala.” Gue hanya bisa tersenyum
sambil memegang hape dan memutar lagu Muse – undiclosed desires. Tidak lama
berselang suara gemerick air dari kejauhan menandakan air terjun sudah dekat
beta tak terlambat lagi ahahaha maksudnya saking senengnya gue lari tanpa
memperdulikan jalanan yang terjal, licin dan sempit. Gue teriak-teriak saking
takjubnya Oh God it’s so Amezzzzi. . . . . sreeeeet tiba-tiba gue terpeleset
dari tebing gubraaag (masa gitu sih suaranya? ihiw) “heeeeepppp” untuk beberapa
saat gue tidak bisa bernapas dan pandangan menjadi buyar.“ dalam kondisi
setengah sadar terdengar suara cekikikan, sial bukannya nolongin gue tapi
syukurlah gue masih hidup (ohok-ohok lebay). Gue duduk beberapa saat dan
tersadar ketika melihat tulang jari kaki gue keluar merobek kulit gue. Keringat
dingin bercucuran ketika pikiran gue berbisik-bisik hayo amputasi, amputasi,
amputasi. “woy kaki gue patah tolongin gue heh!” seakan tidak percaya mereka
tertawa terbahak-bahak. “Ga lucu nih parah, woy seriusan!” akhirnya mereka
berdua turun untuk memastikan keadaan gue. “wah gus beneran parah nih, cepetan
kasih tau Angen dan Robi!” sambil memikirkan cara untuk naik ke atas Abdul
dengan tangkas menggendong gue. “lewat sana saja.” Sahut Agus. Tanpa pikir
panjang Abdul langsung memanjat batu tebing sambil menggendong gue terus ada
petani nanya “itu dapet monyet dari mana de?” mewek deh kalo beneran buahaha. Gue
melihat kebawah “waduh bahaya juga kalau terjatuh semoga Abdul kuat ayo
cemungud panjat terus. Akhirnya dengan susah payah kami berhasil sampai di atas. Perjalanan kami masih panjang mengingat rute yang kami tempuh sangat jauh
dan kami harus berusaha minimal sampai di jalan raya (bersambung).
2 komentar:
untung aa gak seberat Nisa hahahaha :D
hahaha tapi masalahnya jalannya jauh kasian Abdul ngegendong ampe keringetan :D
Posting Komentar